Berita  

Manajemen Rumah Sakit yang Bikin Klaim BPJS Fiktif Akan Di Jerat oleh KPK

Manajemen Rumah Sakit yang Bikin Klaim BPJS Fiktif Akan Di Jerat oleh KPK

Kamis, 25 Juli 2024 – 13:39 WIB

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menemukan adanya klaim fiktif yang merugikan negara. Klaim fiktif tersebut berupa pemberian BPJS Kesehatan oleh sejumlah rumah sakit.

KPK menegaskan tidak ragu untuk menjerat pidana pihak manajemen rumah sakit yang terbukti melakukan klaim fiktif. “Jangan berpikir selama ini lolos, dia pikir ini bisa. Kita bilang, rumah sakit di Sumatra Utara, di kabupaten, sudah berani begini, kita tidak tahu rumah sakit lain bagaimana, mungkin lebih canggih,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan kepada wartawan, dikutip Kamis 25 Juli 2024.

Pahala menjelaskan bahwa klaim fiktif hanyalah akal-akalan yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit. Ia menyatakan bahwa dugaan fraud terkait klaim dari rumah sakit itu ditemukan oleh KPK saat melakukan audit bersama BPJS. “Biasanya pemilik, direktur utama, manajemen tinggi, dan beberapa oknum dokter,” kata dia.

“Semua dari audit analisis BPJS plus kunjungan lapangan saat itu. Jadi sudah tergambar semua, siapa perannya apa, sudah jelas,” lanjutnya.

Pahala menyebutkan bahwa kerugian negara masih belum ditemukan secara total. Namun, fraud tersebut terjadi di rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatra Utara. “Ya kerugiannya mencapai triliunan rupiah. Jika kita lihat standar Amerika 3-10 persen, itu sudah sangat canggih, sudah biasa dibawa ke ranah pidana,” ungkapnya.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK saat melakukan pemantauan terhadap enam rumah sakit di tiga provinsi. Rumah sakit yang menjadi target pemantauan khususnya terkait fisioterapi dan operasi katarak.

“Pada tiga rumah sakit, terdapat tagihan klaim sebanyak 4.341 kasus namun faktanya hanya 1.000 kasus yang didukung oleh catatan medis. Sekitar 3 ribu kasus tersebut diklaim sebagai fisioterapi namun sebenarnya tidak tercatat dalam catatan medis,” ujar Pahala Nainggolan dalam acara Diskusi Media Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN, Rabu 24 Juli 2024.

Pahala juga menyebutkan bahwa dalam rumah sakit yang menangani katarak, tim KPK menemukan 39 pasien yang diambil sampel, tetapi seharusnya hanya 14 orang yang memenuhi syarat untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah menjalani operasi katarak sebanyak 39 orang.

Melalui penelusuran oleh KPK, Kemenkes, BPKP, dan BPJS menyatakan fokus mereka terhadap dua jenis fraud, yaitu phantom billing dan medical diagnose. “Perbedaannya, phantom billing artinya orangnya tidak ada, terapinya tidak ada, tetapi klaimnya ada. Sedangkan medical diagnose artinya orangnya ada, terapinya ada, tetapi klaimnya terlalu besar, seperti itu,” kata Pahala.

“Hasil audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini, yang kami angkat ke tim ini (KPK, Kemenkes, BPJS, dan BPKP) ada 3 rumah sakit yang melakukan phantom billing saja. Tiga rumah sakit ini melakukan phantom billing, artinya mereka menciptakan dokumen palsu, satu di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, dua di Sumatera Utara sekitar Rp 4 miliar dan Rp 1 miliar hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan,” tambahnya.

Halaman Selanjutnya

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK saat melakukan pemantauan terhadap enam rumah sakit di tiga provinsi. Rumah sakit yang menjadi target pemantauan khususnya terkait fisioterapi dan operasi katarak.

Exit mobile version