Berita  

Politikus dari PDIP Mengatakan Bahwa Swasembada Beras Tidak Terwujud Selama Kepemimpinan Presiden Jokowi

Politikus dari PDIP Mengatakan Bahwa Swasembada Beras Tidak Terwujud Selama Kepemimpinan Presiden Jokowi

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan bahwa tidak ada program swasembada beras di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penegasan itu disampaikan olehnya sebagai tanggapan terhadap pernyataan salah satu calon wakil presiden pada debat 21 Januari 2024 yang menyatakan bahwa Indonesia telah mencapai swasembada beras pada masa pemerintahan Jokowi.

“Sebagai anggota DPR, yang memiliki tanggung jawab pengawasan, saya ingin menyampaikan kondisi seobjektif mungkin agar persoalan pangan rakyat tidak menjadi komoditas elektoral, serta tidak berbasis pada data yang benar,” kata Said dalam keterangannya yang diterima pada Jumat, 26 Januari 2024.

Diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia tercatat selalu melakukan impor beras sepanjang tahun 2014 hingga 2023. Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan impor beras sebanyak 844 ribu ton pada tahun 2014 dan 861 ribu ton pada tahun 2015.

Tidak hanya itu, impor beras melonjak signifikan menjadi 2,25 juta ton pada tahun 2018, dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 305 ribu ton. Terakhir, impor beras pada tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton.

Menurut Said, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi negara dengan impor beras terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri.

Said juga mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang memutuskan untuk mengimpor beras sebanyak 3,06 juta ton akibat gagal panen. Produksi beras pada tahun 2022 sebesar 31,5 juta ton dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton.

“Saya merujuk data BPS, pada tahun 2022 produksi gabah kering giling (GKG) mencapai 54,75 juta ton, sementara pada tahun 2023 produksi GKG mencapai 53,63 juta ton. Data ini belum ditambahkan perhitungannya sampai Desember 2023. Artinya, produksi GKG sepanjang 2023 kemungkinan lebih besar dari data rilis terakhir BPS,” ujarnya.

Said juga mengklaim bahwa pada tahun 2020, sebagai Ketua Banggar, sudah mengusulkan kepada pemerintah agar mengubah skema impor dari sistem kuota menjadi impor dengan model pengenaan tarif. Pasalnya, kebijakan impor dengan sistem kuota, sarat dengan upaya memburu rente para pejabat.

Dengan demikian, impor beras di Indonesia tidak dapat dikaitkan dengan bencana el nino karena data produksi beras menunjukkan potensi yang lebih besar dari data rilis terakhir BPS. Said juga menekankan bahwa model impor dengan pengenaan tarif dapat memberikan keuntungan lebih besar untuk negara dan meminimalisir upaya memburu rente.

Exit mobile version