Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, merekomendasikan revisi Undang-Undang Pemilu agar mengatur batas maksimum koalisi untuk pencalonan guna menghindari kemungkinan munculnya calon presiden tunggal. Hal ini untuk mencegah terjadi kartel di mana partai politik memonopoli calon sehingga pemilih hanya memiliki pilihan terbatas. Burhanuddin menekankan bahwa adanya calon tunggal pada pilkada dan pilpres telah menunjukkan pola yang berpotensi menciptakan norma baru dalam konteks politik Indonesia.
Dia juga menyebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas pencalonan pada pilkada secara signifikan tidak berdampak pada jumlah calon yang berpartisipasi. Bahkan, tren menunjukkan penurunan jumlah kandidat dalam pilkada. Burhanuddin menyarankan agar partai politik lebih aktif dalam mencalonkan kader-kadernya untuk kontestasi politik, sambil mendorong masyarakat untuk memilih sesuai preferensi yang tersedia.
Di sisi lain, meskipun MK telah menghilangkan ambang batas pencalonan presiden, Burhanuddin memperingatkan bahwa kemungkinan adanya calon yang terbatas tetap ada. Oleh karena itu, dia mengajukan agar isu ini menjadi bagian dari pembahasan di Komisi II DPR RI untuk mencegah kemungkinan terjadinya calon presiden tunggal pada Pemilu mendatang.