Berita  

Kontroversi THR Ojek Online: Pendapat Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan UGM

Kontroversi seputar status kemitraan mitra pengemudi dan tuntutan THR dari perusahaan aplikasi transportasi online terus menjadi perbincangan hangat di berbagai media di Indonesia. Perdebatan ini muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital dan mengemuka pertanyaan apakah mitra pengemudi sebaiknya dianggap sebagai pekerja atau tetap dalam kategori mitra sesuai dengan skema yang berlaku saat ini. Meskipun maksudnya baik untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi mitra pengemudi, hal tersebut perlu dilakukan secara sistematis agar tidak berdampak negatif.

Menurut Profesor Ari Hernawan, Guru Besar Hukum Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), apabila pemerintah memaksa perubahan status kemitraan tanpa dukungan sub-sistem yang kuat, hal tersebut dapat berdampak buruk pada industri ride-hailing dan juga risiko merusak ekosistem investasi serta pertumbuhan ekonomi digital. Dalam hal ini, sektor lain seperti UMKM, pariwisata, dan logistik juga akan merasakan dampak negatifnya.

Pemerintah diharapkan untuk konsisten dan visioner dalam mengatasi persoalan ini. Secara yuridis, hubungan antara mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi sudah diatur sebagai hubungan kemitraan bukan hubungan kerja, sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. Namun, dalam hal pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), regulasi mengatakan bahwa THR hanya diberikan kepada pekerja yang memiliki hubungan kerja.

Permasalahan seputar status mitra pengemudi ini melibatkan berbagai pihak yang harus bekerja sama untuk menemukan solusi tanpa menciptakan masalah yang baru. Pemerintah perlu mengambil langkah bijak dan tidak gegabah dalam mengambil kebijakan untuk mendukung kesejahteraan mitra pengemudi tanpa mengorbankan fleksibilitas yang menjadi daya tarik utama industri digital. Dengan pendekatan yang tepat dan konsisten, diharapkan ekosistem kerja digital di Indonesia bisa berkembang dengan baik tanpa mengorbankan kepentingan para pelaku industri.

Source link