Jakarta, VIVA – Jaksa Agung ST Burhanuddin membuka kemungkinan penerapan hukuman mati bagi para tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. Menurutnya, ancaman hukuman berat tersebut dikarenakan korupsi terjadi dalam masa pandemi Covid-19, sehingga dapat dianggap sebagai korupsi dalam situasi bencana alam. Burhanuddin menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat memberatkan tindakan pelaku dalam situasi Covid-19, yang membuat ancaman hukuman lebih berat. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, termasuk enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Para tersangka diduga melakukan praktik korupsi yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun dengan cara merekayasa rapat optimalisasi hilir agar produksi kilang minyak dalam negeri sengaja diturunkan. Hal ini menyebabkan minyak mentah dalam negeri harus diekspor dengan harga yang lebih tinggi daripada harga normal. Selain itu, dalam pengadaan impor, tersangka Riva Siahaan diduga melakukan praktik membentur standar dengan membeli RON 90 lalu mencampurnya menjadi RON 92. Praktik korupsi ini telah membuat harga BBM di Indonesia meningkat, memaksa masyarakat membayar lebih mahal untuk bahan bakar.
Skandal Korupsi Pertamina di Tengah Pandemi: Hukuman Mati?

Read Also
Recommendation for You

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, telah mengumumkan program Jakarta Tumbuh ke Atas sebagai bagian…

Pada Minggu, 22 Juni 2025, Satreskrim Polres Padang Pariaman telah menetapkan Tempat Kejadian Perkara (TKP)…

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sedang mengkaji sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di…

Kabupaten Agam kehidupan para petani telah mencapai inovasi luar biasa dalam budidaya padi sawah ramah…

Seorang wartawan media online nasional menjadi korban penjambretan di Halte Balai Kota DKI Jakarta pada…