Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (LESPERSSI), Rizal Darma Putra, menyatakan bahwa pemisahan antara fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri di Indonesia harus segera dilakukan. Langkah ini penting untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi kerja intelijen dalam menghadapi berbagai tantangan keamanan nasional.
Pemisahan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri dianggap sebagai bagian dari restrukturisasi Badan Intelijen Negara (BIN) yang penting. Menurut Rizal Darma Putra, pemisahan ini akan membantu memperjelas peran dan tugas masing-masing unit, serta menghindari tumpang tindih kewenangan.
“Pemisahan yang jelas akan membantu unit-unit untuk lebih fokus dalam menjalankan fungsinya, baik di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan,” ujar Rizal dalam diskusi di Universitas Bakrie, Jakarta.
Aspek pengawasan juga perlu ditingkatkan, menurut Rizal. Saat ini, belum ada otoritas yang memiliki kewenangan jelas untuk mengawasi operasi BIN, sehingga potensi penyalahgunaan kekuasaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, perlunya penguatan mekanisme pengawasan di berbagai aspek seperti anggaran, operasi, dan regulasi.
Penguatan peran BIN sebagai koordinator intelijen nasional juga menjadi fokus diskusi. Muhammad Haripin, peneliti dari BRIN, menyoroti pentingnya optimalisasi peran BIN untuk menyatukan berbagai lembaga intelijen dan mengurangi ego sektoral di antara lembaga-lembaga tersebut.
Dalam aspek pengembangan SDM, Haripin menekankan perlunya proses rekrutmen yang lebih terbuka dan inklusif, agar struktur kelembagaan BIN lebih profesional dan mampu merespons ancaman keamanan dengan cepat.
Aisha Kusumasomantri, Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence, menegaskan bahwa intelijen luar negeri perlu diperkuat untuk menghadapi ancaman eksternal yang semakin kompleks. Hal ini penting karena ancaman dari luar negeri dapat mempengaruhi keamanan nasional.
Erik Purnama, Co-Founder ISDS, mengkritik dominasi unsur militer dalam struktur kelembagaan BIN yang dinilai kurang ideal. Menurutnya, hal ini dapat mempengaruhi profesionalisme lembaga intelijen dan menimbulkan konflik kepentingan.
Diskusi ini menghasilkan rekomendasi untuk memperkuat BIN dan lembaga intelijen lainnya di Indonesia, antara lain pemisahan fungsi, penguatan peran koordinasi, pengawasan yang lebih ketat dan transparan, serta perbaikan pola rekrutmen dan pengembangan SDM. Diharapkan, dengan restrukturisasi ini, BIN dan lembaga intelijen lainnya akan menjadi lebih profesional, transparan, dan mampu merespons dinamika ancaman dengan cepat.