Minggu, 6 Oktober 2024 – 07:34 WIB
Palu, VIVA – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyarankan mutasi pejabat yang dilakukan kepala daerah petahana pada Pilkada 2024 dapat diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca Juga :
Elektabilitas Dedi-Erwan di Pilkada Jabar Unggul, Golkar Waspadai Kompetitor
“Silahkan bawa ke PTUN, jika ada pihak yang merasa mutasi atau pergantian jabatan itu melanggar undang-undang,” katanya dihubungi dari Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu, 5 Oktober 2024.
Ahli hukum tata negara itu mengatakan upaya tersebut dapat dilakukan, jika laporan para pihak tidak ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik provinsi, kabupaten dan kota.
Baca Juga :
Sepuluh Program Unggulan Ahmad Ali – AKA di Sulteng Sejalan Dengan Program Prioritas Prabowo
Menurut dia, jika PTUN mengabulkan permohonan itu maka penetapan calon kepala daerah yang sudah dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dibatalkan. “Kalau berkaitan dengan petahana, bisa diminta PTUN untuk mendiskualifikasi pasangan calon tersebut,” ujarnya.
Baca Juga :
KPU Tetapkan DPT Pilgub Sumut 10.771.496 Pemilih, Milenial dan Gen Z Mendominasi
Dia mengatakan salah satu dasar hukum yang bisa digunakan adalah ketentuan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 570 tahun 2016 tentang terkait sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Hamdan juga menyampaikan hal yang sama, dalam dialog publik yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (Fokad) dengan tema “Fenomena Kepala Daerah Incumbent Melakukan Mutasi Jabatan Menjelang Pilkada 2024: Telaah Terhadap Netralitas Birokrasi dan Implikasi pada Sistem Demokrasi”.
Hamdan mencontohkan pada Pilakda 2009, saat dirinya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), banyak temuan hasil pilkada yang akhirnya dibatalkan. Hal tersebut karena petahana memanfaatkan jabatannya, memanfaatkan birokrasi, serta memanfaatkan kebijakannya untuk memenangkan dirinya.
Pernah bupati memutasi lebih dari 10 camat. Camat datang ke MK dan protes. MK memutuskan ini membahayakan demokrasi, merusak demokrasi dengan memanfaatkan jabatan untuk kepentingan dirinya.
Diketahui, sejumlah KPU provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia, dilaporkan ke Bawaslu setempat. Tiga daerah di antaranya KPU Sulawesi Tengah, KPU Kota Palu dan KPU Morowali Utara. Laporan itu terkait dugaan pelanggaran administrasi, penetapan pasangan calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2024.
Substansi dari ketiga laporan itu, dimana KPU setempat telah meloloskan pasangan calon petahana, yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat, enam bulan sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU. Tindakan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. (ant)