Legislator Menilai Pentingnya Teknologi dalam Kegiatan Intelijen

Legislator Menilai Pentingnya Teknologi dalam Kegiatan Intelijen

Legislator: Teknologi Penting dalam Intelijen

Anggota Komisi 1 DPR RI, Mayor Jenderal TNI (Purn) Tubagus (TB) Hasanuddin menjelaskan tentang UU No 17 Tahun 2017. Menurutnya, aturan ini disusun dan disahkan untuk mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.

Selain itu, aturan ini juga dibuat untuk mengatur praktik intelijen. Meskipun masih ada banyak kekurangan yang harus diperbaiki terkait penyadapan. “Namun, penyadapan tetap penting dilakukan untuk mengungkap tindakan kriminal yang dapat merugikan orang banyak,” ujar TB Hasanuddin.

Menurut laporan alat sadap amnesty international, terdapat berbagai bentuk ancaman terhadap data pribadi yang harus diwaspadai. Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi praktik keamanan siber yang kuat, seperti menggunakan kata sandi yang kompleks, mengaktifkan autentikasi dua faktor, dan menjaga perangkat lunak tetap terbarui.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh TB Hasanuddin saat menjadi pembicara di Seminar yang diselenggarakan oleh Center for Security and Foreign Affairs Universitas Kristen Indonesia (CESFAS UKI) bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) dalam acara seminar yang berjudul “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus”, belum lama ini.

Namun, TB Hasanuddin juga menekankan pentingnya penyadapan hanya dilakukan demi kepentingan negara sebagai prioritas utama dan mematuhi prinsip-prinsip dasar intelijen, yaitu keberhasilan yang tidak diklaim dan kegagalan yang tidak diketahui.

Secara umum, Tubagus Hasanudin juga menyoroti pentingnya moral dan etika aparat dalam menjalankan praktik penyadapan agar tidak disalahgunakan.

Dalam Seminar tersebut, TB Hasanuddin juga berbagi pengalaman dan pandangannya terkait intelijen. Ia membahas evolusi intelijen dari masa lalu hingga sekarang, pentingnya teknologi dalam kegiatan intelijen, serta tantangan yang dihadapi dalam penyadapan.

“Di masa lalu, operasi intelijen dilakukan dengan sumber daya terbatas dan teknologi yang kurang memadai, sehingga situasinya sering kali disebut senyap dan berbahaya,” ujar TB Hasanudin.

Seminar itu sendiri dimulai dengan sambutan dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia (FISIP UKI), Verdinand Robertua, yang menyampaikan pandangan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk memperkaya pendidikan, terutama dalam bidang keamanan, ekonomi, dan lingkungan, serta memberikan wawasan baru.

Sebagai moderator seminar, Direktur CESFAS, Darynaufal Mulyaman, menekankan pentingnya berdiskusi tentang regulasi baru yang diperlukan dalam penyadapan oleh POLRI, TNI, dan kebebasan pers, serta implikasinya terhadap keamanan nasional dan sipil.

Seminar ini bertujuan untuk membahas isu spyware dan menekankan perlunya regulasi yang dapat menyelaraskan keamanan nasional dan hak-hak sipil dengan seimbang. Dengan kehadiran berbagai pakar dan praktisi di bidang tersebut, diharapkan seminar ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembentukan kebijakan yang lebih baik di masa depan.

Seminar ini juga menggarisbawahi pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak-hak sipil. Melalui diskusi mendalam dan pandangan beragam dari para ahli dan praktisi, acara ini berhasil memberikan wawasan baru dan membuka ruang dialog yang konstruktif mengenai masa depan regulasi spionase di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital ini dengan lebih siap dan responsif.

Sumber:

Source link