DHI FISIP UI Mendorong Mahasiswa untuk Lebih Memahami Isu Keamanan Nasional dan Hak Sipil
Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (DHI Fisip UI) menyelenggarakan seminar dengan tema “Mencari Titik Tengah Demokrasi: Antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil” pada Kamis (30/5).
Seminar ini membahas isu spyware dalam konteks keamanan nasional dan hak sipil yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Baru-baru ini, laporan dari amnesty menyoroti penggunaan spyware oleh pemerintah Indonesia yang diduga berasal dari Israel.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa penggunaan spyware tersebut merupakan tindakan represi terhadap hak sipil. Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran terhadap supremasi hukum Indonesia, terutama terkait perlindungan HAM di Indonesia.
Seminar ini diadakan di Auditorium Ilmu Komunikasi dan dipandu oleh Broto Wardoyo, dosen di Departemen Hubungan Internasional Fisip UI, serta dihadiri oleh sejumlah pembicara terkemuka yang memberikan wawasan mendalam mengenai topik tersebut.
Ketua Departemen Hubungan Internasional Fisip UI, Asra Virgianita, mengapresiasi diselenggarakannya seminar ini. Asra juga mendorong peserta, khususnya mahasiswa, untuk aktif mengikuti kegiatan tersebut guna meningkatkan pemahaman mengenai isu keamanan nasional dan hak sipil.
“Kampus sebagai tempat pendidikan harus mengedukasi masyarakat agar dapat melihat berbagai isu dari berbagai sudut pandang untuk mendapatkan pemahaman yang seimbang,” ungkap Asra.
“Apakah benar spyware hanya merugikan hak sipil tanpa pertimbangan terhadap kepentingan keamanan nasional yang bisa saja memiliki posisi yang berbeda terkait teknologi tersebut,” tambahnya.
Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN RI, Sulistyo, menjelaskan dinamika perlindungan data dan kebijakan lokalisasi data yang sebaiknya diterapkan di Indonesia.
Sulistyo juga memperingatkan tentang ancaman siber di tahun 2024, termasuk ancaman ransomware, dan menekankan pentingnya regulasi yang lebih kuat serta kesadaran institusi dalam mematuhi rekomendasi BSSN untuk mencegah kebocoran data.
“Ancaman terhadap data dapat dibagi menjadi tiga bentuk utama, yaitu Data Dicari, Data Diberi, dan Data Dicuri yang dilakukan oleh para penjahat dunia maya, yang biasanya mengincar individu yang memiliki nilai strategis,” katanya.
“Dalam konteks ini, spyware atau penyadapan berada dalam kategori pencurian data dimana potensi penyalahgunaannya sangat kecil,” tambahnya.
Tak lupa, Wakil Kepala Densus 88 AT Polri, Brigjen. Pol. I Made Astawa; Pemimpin Redaksi GTV sekaligus Ketua IJTI, Herik Kurniawan; Peneliti di The Habibie Center, Mabda Haerunnisa Fajrilla Sidiq; Ketua Program Studi Kajian Ketahanan Nasional SKSG UI, J. Simon Runturambi; dan dosen Keamanan Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI, Ali Abdullah Wibisono, turut menjadi pembicara dalam seminar tersebut.
Pada era digital, sektor swasta juga berperan penting dalam menyediakan aplikasi penyadapan. Penyadapan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. Keputusan untuk melakukan penyadapan harus diambil berdasarkan pertimbangan etis yang memperhitungkan tujuan, ancaman yang muncul, dan kewenangan lembaga yang bertanggung jawab.
Semua pembicara membawa materi yang menggali wawasan tentang menemukan keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan sipil di era digital. Sebagai masyarakat, kita memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan tersebut dan mengawasi kebijakan keamanan siber untuk memastikan adanya keseimbangan antara keamanan nasional dan hak sipil.
Sumber: https://www.rmoljabar.id/dhi-fisip-ui-ajak-mahasiswa-pahami-isu-keamanan-nasional-dan-hak-hak-sipil