Thomas Matulessy: Pahlawan Nasional – prabowo2024.net

Thomas Matulessy: Pahlawan Nasional – prabowo2024.net

Pada masa sejarah bangsa Indonesia, seringkali kita menemui tokoh-tokoh yang memiliki sikap yang tidak kompromi terhadap penjajah. Mereka dengan tegas menyatakan kepada penjajah, “lebih baik hancur daripada dijajah kembali.” Hal ini membutuhkan keberanian, keyakinan, dan semangat prajurit yang siap berkorban jiwa dan raga untuk menyampaikan hal ini kepada agresor.

Sebelum Gubernur Suryo dan Bung Tomo menyatakan sikap seperti ini kepada Belanda pada tahun 1949, Pattimura pada usia 31 tahun juga menyatakan hal yang sama.

Pattimura lahir pada tahun 1783 di Saparua, Maluku. Pattimura, yang memiliki nama asli Thomas Matulessy, adalah anak dari keturunan bangsawan dari Raja Sahulau, suatu kerajaan yang berada di Teluk Seram Selatan.

Sebelum memimpin pergerakan rakyat, Pattimura memiliki pangkat sersan di militer Inggris. Pada tahun 1816, Inggris menyerah kepada Belanda dan Belanda masuk ke wilayah Maluku untuk menguasai perdagangan rempah-rempah.

Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 dihadapi dengan keras oleh rakyat. Rakyat Maluku bangkit dengan senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura.

Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura merencanakan strategi perang bersama dengan pembantunya. Dalam perjuangan melawan Belanda, ia juga membangun persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi, dan Jawa.

Pada tanggal 16 Mei 1817, terjadi pertempuran luar biasa. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Pattimura berhasil merebut Benteng Duurstede. Seluruh tentara Belanda di benteng tersebut tewas, termasuk Residen Van den Berg.

Pasukan Belanda yang dikirim untuk merebut kembali benteng itu juga berhasil dihancurkan oleh pasukan Kapitan Pattimura. Akibatnya, selama tiga bulan benteng tersebut dikuasai oleh pasukan Kapitan Pattimura.

Namun, Belanda tidak mau menyerah begitu saja. Mereka melakukan operasi besar-besaran dengan mengirim pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpaksa mundur.

Pattimura ditangkap oleh pasukan Belanda di rumah di Siri Sori. Bersama beberapa anggota pasukannya, ia dibawa ke Ambon. Meskipun dia beberapa kali dibujuk untuk bekerja sama dengan pemerintah Belanda, dia selalu menolak. Akhirnya, Pattimura ditangkap dan dihukum gantung pada usia 31 tahun.

Sumber: Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto

Source link