Tiga kandidat presiden yang akan bertarung dalam pemilihan presiden 2024 telah memberikan gambaran mengenai arah kebijakan luar negeri mereka di CSIS Jakarta pada tanggal 7, 8, dan 13 November 2023 yang lalu. Tulisan ini memberikan penilaian mengenai arah kebijakan luar negeri mereka berdasarkan pidato dan tanya jawab dalam forum tersebut. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti: kejelasan operasionalisasi konsep yang mereka tawarkan, kejelasan arah kebijakan yang mereka tawarkan, dan keterukuran kebijakan yang mereka tawarkan. Meski demikian, tulisan ini tidak membandingkan pidato dan tanya jawab ketiga capres.
Anies Baswedan, capres nomor urut 1, menyusun strategi politik luar negeri yang disusun secara lengkap dari tataran visi dan diturunkan hingga operasionalisasi rencana jangka panjang, menengah, dan pendek. Anies membingkai kebijakan luar negerinya dengan konsep “kekuatan cerdas berbasis nilai” atau “value-based smart power”. Anies melihat perlunya melakukan reorientasi kebijakan luar negeri yang berdasarkan pada nilai-nilai sebagai panduan kebijakan luar negeri dan pelaksanaan praktisnya. Tawaran tersebut mendorong keterlibatan aktif Indonesia, baik negara maupun publik, untuk hadir, berpartisipasi, dan terlibat dalam berbagai isu internasional. Langkah prioritas Anies diberikan pada pemulihan institusi negara melalui penyehatan demokrasi, memastikan kebebasan pers, dan pemberantasan korupsi. Fokus perhatian yang lebih khusus dia berikan di bidang ekonomi dengan mengusung strategi “kemajuan ekonomi berkeadilan” yang dijabarkan dalam strategi reindustrialisasi, pembangunan pusat-pusat ekonomi baru, dan upaya navigasi pakta ekonomi yang mendukung kerja sama di antara negara-negara berkembang. Anies juga menawarkan strategi untuk menjaga kelestarian lingkungan sebagai daya tawar (leverage) Indonesia melalui akselerasi transisi energi sesuai keunggulan lokal, optimalisasi perdagangan karbon, diplomasi keadilan ekologis dan keadilan iklim internasional, kerja sama dalam isu keberlanjutan, serta transisi energi yang memanusiakan.
Prabowo Subianto nampak kuat dalam logika geopolitik dalam paparannya. Dia mengawali paparannya dengan melihat kembali posisi geografis Indonesia dan menekankan bahwa Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis. Prabowo menyebutkan prinsip “one thousand friends too few, one enemy too many” yang merefleksikan arah rencana strategi kebijakan luar negeri Indonesia untuk menjalin hubungan baik dan meminimalisir konflik dengan negara-negara lain. Prabowo juga menegaskan bahwa kebijakan luar negerinya akan tetap berpegang kepada prinsip bebas-aktif dan tetap menjadikan Indonesia sebagai negara yang non-block dan non-aligned. Prabowo memastikan Indonesia akan tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara besar dan meyakini peran Indonesia sebagai jembatan antara kekuatan-kekuatan tersebut. Penekanan Prabowo pada menjadi tetangga yang baik atau good neighbor harus dijaga dengan mempertahankan hubungan baik dengan negara sahabat dan memperkuat kepemimpinan di kawasan. Prabowo juga akan secara aktif mempromosikan dialog, perdamaian, kompromi di berbagai bidang dalam kerjasama internasional.
Ganjar Pranowo memaparkan lima rencana prioritas politik luar negeri Indonesia dalam merespon berbagai permasalahan global yang sedang terjadi, yaitu: menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, menciptakan kemandirian energi, membangun kedaulatan maritim, mendorong industrialisasi, dan memberikan perlindungan WNI. Kelima rencana prioritas ini menjadi semakin penting karena ketidakpastian situasi internasional, situasi domestik Indonesia, dan potensi yang Indonesia miliki. Dalam merumuskan rencana prioritas politik luar negerinya, Ganjar mengawali perhitungannya dari potensi yang Indonesia miliki sebelum membangun strategi-strategi untuk memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal.
Dari paparan ketiga capres tersebut nampak bahwa Anies memiliki konsep yang teroperasionalisasi dengan baik dari hulu hingga hilir. Bangunan logika dari arah kebijakan luar negeri yang dipaparkan Anies nampak runtut. Di sisi lain, tawaran Prabowo lebih terarah dengan memberikan penekanan pada bangunan utama kebijakan luar negerinya. Fokus pada kawasan yang bertetangga dengan Indonesia dan arah menjadikan Indonesia sebagai pemimpin nampak jelas dalam logika kebijakan luar negeri yang dia tawarkan. Kekuatan tawaran Ganjar ada pada keterukuran dalam program-program prioritas yang dia tawarkan. Tulisan ini tidak berupaya untuk menilai apakah tawaran mereka berbasis pada data yang memadai dan tidak pula menyimpulkan bahwa pidato mereka di forum tersebut menjadi indikator tunggal dalam memahami kebijakan luar negeri yang akan mereka ambil jika mereka memenangkan pilpres. Namun yang pasti, para capres sudah memberikan tawaran dan pilihan ada pada publik Indonesia untuk menentukan mana yang akan dipilih sebagai presiden Indonesia selanjutnya.